Ruwatan Sakral Meriahkan Hari Jadi Surabaya ke-732 di Tugu Pahlawan
Pagelaran musik campursari
Surabaya - Surabaya merayakan ulang tahunnya yang ke-732 dengan cara yang unik dan penuh makna budaya. Sebuah upacara adat bertajuk "Ruwatan Kota Surabaya" digelar di Tugu Pahlawan, pusat kota yang sarat akan nilai sejarah dan simbol perjuangan. Perayaan ini berlangsung pada 28 Mei 2025, tepat pukul 18.00 WIB, dan berhasil menyedot perhatian masyarakat yang hadir untuk menyaksikan langsung jalannya prosesi.
Ruwatan dikenal sebagai tradisi Jawa yang sarat makna spiritual, bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur negatif, baik secara fisik maupun batin. Dalam konteks perayaan kali ini, ruwatan dimaknai sebagai simbol penyucian kota dari bencana, penyakit, dan hal-hal buruk lainnya, serta menjadi bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Eko Suwarmanto, salah satu tokoh budaya yang terlibat dalam acara tersebut menjelaskan filosofi di balik kegiatan ini.
“Ruwat itu pada dasarnya untuk membersihkan. Membersihkan Kota Surabaya dari mara bahaya, dari penyakit, dari segala keburukan. Di sisi lain, ini juga jadi bentuk kita mendekatkan diri kepada Tuhan dan bersyukur atas perlindungan, kesehatan, serta petunjuk yang diberikan kepada kota ini,” ujarnya.
Purak tumpeng
Pemilihan Tugu Pahlawan sebagai lokasi utama tidak dilakukan secara sembarangan. Menurut Eko, tempat ini merupakan pusat spiritual kota dan dianggap sakral oleh masyarakat.
“Kenapa diadakan di Tugu Pahlawan? Karena tempat ini adalah pusatnya kota, tempat bersejarah dan punya nilai spiritual tinggi. Punjennya ya di sini,” terangnya.
Acara ruwatan ini disemarakkan oleh sejumlah pertunjukan budaya, seperti:
- Kirab budaya dan gunungan yang membawa simbol-simbol hasil bumi
- Purak tumpeng sebagai wujud rasa syukur
- Pagelaran musik campursari
- Wayang kulit yang dibawakan oleh empat dalang secara bergantian
Kegiatan ini merupakan bagian dari program budaya Surabaya Sparkling dan didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif melalui kampanye Wonderful Indonesia. Lebih dari sekadar seremoni, ruwatan ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan perjalanan Kota Surabaya, sekaligus melestarikan tradisi luhur yang semakin jarang dijumpai.
Komentar
Posting Komentar